A. Tindak Pidana Korporasi
Menurut Pasal 1 angka 8 Jo Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 13 Tahun
2016 yang dimaksud dengan tindak pidana korporasi oleg korporasi adalah tindak
pidana yang dilakukan oleh orang
berdasarkan hubungan kerja, atau hubungan lainnya baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama korporasi[1]
di dalam maupun di luar lingkungan korporasi yang dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana kepada korporasi sesuai dengan undang-undangan yang
mengatur korporasi.[2]
Ruang lingkup korporasi dalam tindak pidana korporasi dalam Perma No. 13 Tahun
2016 ini menjadi luas dimana bedasarkan Pasal 1 angka 1 Perma No. 13 Tahun 2106
yang dimaksud dengan korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan
terorganisir, baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.[3]
Penjatuhan pidana korporasi oleh hakim
dilakukan dengan menilai kesalahan korporasi antara lain:[4]
a.
Korporasi dapat memperoleh
keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut
dilakukan untuk kepentingan korporasi;[5]
b.
Korporasi membiarkan terjadinya
tindak pidana;
c.
Korporasi tidak melakukan
langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak
yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku
guna menghindari terjadinya tindak pidana.
B. Pertanggungjawaban Grup
Korporasi
Dalam Perma No.
13 Tahun 2016 yang dimaksud dengan Korporasi Induk (parent company) adalah perusahaan yang memiliki dua atau lebih anak
perusahaan yang disebut dengan perusahaan subsidiari yang juga memiliki status
badan hukum tersendiri.[6]
Sedangkan yang dimaksud dengan Perusahaan Subsidiari (subsidiary company) adalah perusahaan-perusahaan berbadan hukum
yang mempunyai hubungan (sister company)
adalah perusahaan yang dikontrol atau dimiliki oleh satu perusahaan induk.[7]
Terhadap grup
korporasi berdasarkan pasal 6 Perma No. 13 Tahun 2016 dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana baik hal tersebut dilakukan oleh Parent Company atau
Subsidiary company ataupun Korporasi yang mempunyai hubungan dimana ketentuan
pidana korporasi ini tergantung peran masing-masing perusahaan dalam tindak
pidana korporasi.
C. Pertanggungjawaban
Korporasi dalam Penggabungan, Peleburan, Pemisahan dan Pembubaran Korporasi
Apabil terjadi
tindak pidana korporasi dalam hal terjadinya penggabungan (merger), peleburan, pemisahan (spin
off) ataupun pembubaran maka sebagai berikut:
Perbuatan Hukum
|
Ketentuan Pidana Korporasi
|
Pasal
|
Penggabungan dan Peleburan
|
Pertanggungjawaban dikenakan
sebatas nilai dari harta kekayaan atau aset yang ditempatkan terhadap
korporasi yang menerima penggabungan atau hasil peleburan.
|
7 ayat (1) Perma No. 13 Tahun
2016
|
Pemisahan
|
Pertanggungjawaban dikenakan
terhadap korporasi yang dipisahkan dan/atau yang melakukan pemisahan ataupun
keduanya berdasarkan peran masing-masing yang dilakukan.
|
7 ayat (2) Perma No. 13 Tahun
2016
|
Pembubabaran
|
Pertanggungjawaban hanya dapat
dikenakan terhadap korporasi yang akan dibubarkan (untuk korporasi yang telah
dibubarakan tidak dapat diminta pertanggungjawaban) untuk itu maka diatur
mekanisme Pasal 8 Pema No. 13 Tahun 2016 dimana dikenakan gugatan terhadap
aset milik korporasi yang digunakan untuk kejahatan kepada mantan pengurus,
ahli waris, atau pihak ketiga yang menguasai aset korporasi yang telah
dibubarkan.
|
Pasal 7 ayat (3) Jo Pasal 8
Perma No. 13 Tahun 2016
|
Note: Ketentuan tindak
pidana korporasi tidak dapat dikenakan dalam hal terjadi akuisisi
(pengambilalihan saham) karena dalam Perma No. 13 Tahun 2016 tidak diatur
mekanisme tersebut.
D. Pemeriksaan Korporasi dalam
Penyidikan dan Persidangan
Pemeriksaaan
|
Ketentuan
|
Pasal
|
Penyidikan
|
a. Pemeriksaan terhadap korporasi diwakili oleh seorang pengurus
dengan surat panggilan yang sah;
b. Dalam hal pengurus yang telah dipanggil secra sah dan patut tidak
hadir atau tidak menunjuka pengurus lain untuk mewakili korporasi maka dibuat
perintah paksa kepada petugas untuk membawa pengurus tersebut (dengan surat
perintah yang sah).
|
11 Perma No. 13 Tahun 2016
|
Persidangan
|
a.
Perwakilan pengurus pada saat
persidangan diwakili oleh pengurus pada saat tahap penyidikan;
b.
apabila pengurus berhalangan
hadir, maka hakim/ketua siding memerintahkan penuntut umum mennghadirkan
pengurus lain untuk mewakili Korporasi sebagai terdakwa;
c.
Apabila telah dipanggil
secara patut dan sah pengurus yang mewakili korporasi tidak hadir, maka
siding ditunda dan memerintahkan penuntut umum untuk memanggil kembali pada
sidang berikutnya;
d.
dalam hal Pengurus tidak
hadir pada sidang berikutnya maka pengurus dihadirkan secara paksa oleh
Penuntut umum atas perintah hakim/ketua sidang.
|
13 Perma No. 13 Tahun 2016
|
E. Perwakilan Korporasi
Perbuatan Hukum
|
Pihak yang Mewakili
|
Pasal
|
Korporasi dan pengurus sebagai
tersangka atau terdakwa
|
Pengurus yang mewakili adalah
pengurus yang menjadi tersangka atau terdakwa
|
15 Perma No. 13 Tahun 2016
|
Penggabungan dan Peleburan
|
Pengurus pada saat dilakukan
pemeriksaan perkara
|
17 ayat (1) Perma No. 13 Tahun
2016
|
Pemisahan
|
Pengurus yang menerima peralihan
setelah pemisahan dan/atau pemisahan
|
17 ayat (2) Perma No. 13 Tahun
2016
|
Pembubabaran
|
Likuidator
|
17 ayat (3) Perma No. 13 Tahun
2016
|
F. Gugatan Ganti Rugi Dan
Restitusi
Berdasarkan Pasal 20 Perma No. 13
Tahun 2016 diatur masalah restitusi akibat tindak pidana korporasi yang dapat
dimintakan kepada Korporasi melalui mekanisme restitusi menurut ketentuan
perundang-undangan melalui gugatan perdata. Jika merujuk pada hal tersebut,
maka restutusi ini akan merujuk pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, dimana
“terhadap setiap perbuatan melawan hukum dapat dimintakan ganti kerugian”,
mekanisme ini dilakukan dengan cara gugatan untuk meninta ganti kerugian (schede).
G. Pidana Korporasi
Pidana korporasi
yang dapat dijatuhkan hakim menurut Pasal 23 dapat dijatuhkan kepada:
a.
Korporasi; atau;
b.
Pengurus; atau;
c.
Korporasi dan Pengurus;
d.
Pihak lain yang memungkinkan
terlibat;
dimana berdasrakan
Pasal 25 Perma No. 13 Tahun 2016 bentuk pidana terhadap Korporasi dapat berupa
pidana pokok (denda) dan pidana tambahan. [8]
apabila tidak dapat melunasi denda, maka Korporasi berdasarkan pasal 28 ayat
(3) (tidak dapat diperpanjang), maka oleh Jakas dilelang untuk membayar denda.
Hal ini menjadi masalah, bagaimana jika terjadi, hasil lelang tidak cukup untuk
melunasi denda yang dikenakan atas putusan hakim, siapa yang akan
bertanggungjawab atas hal tersebut (sisa denda yang tidak dapat dibayar).
[1] Kata bertindak untuk dan atas nama korporasi ini dapat diartikan
bahwa pihak yang melakukan perbuatan merupakan orang memiliki otoritas untuk
melakukan perbuatan atau dapat dikatakan dengan adanya frasa ini diartikan
bahwa tindak pidana korporasi sebagaimana Perma No. 13 Tahun 2016 mengakomodir
keberadaan doktrin Identification Theory
atau Direct Liability Theory, dimana
korporasi dapat bertanggungjawab apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh
pihak yang merupakan direct mind dari
korporasi tersebut.
[2] Steven Box membedakan Tindak Pidana Korporasi menjadi tiga jenis
yaitu (a) Crime for corporation yaitu
kejahatan atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi dalam mencapai
usaha dan tujuan tertentu guna memperoleh keuntungan, (b) Criminal Corporation yaitu korporasi yang bertujuan semata-mata
untuk melakukan kejahatan, (c) Crimes
Against Corporation adalah kejahatan-kejahatan terhadap korporasi seperti
pencucian uang atau penggelapan milik korporasi dalam hal ini korporasi sebagai
korban.
[3] Pengertian Korporasi sebagaimana mana Perma No. 13 Tahun 2016
sejalan dengan pendapat Sutan Reni Sjahdeni dalam Bukunya “Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi, hlm. 44” dimana dalam buku tersebut dinyatakan bahwa
korporasi dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu secara sempit yang sebatas badan
hukum dan secara luas yang diartikan tidak hanya badan hukum tetapi juga
termasuk dan tidak terbatas pada persekutuan perdata, CV, dan badan-badan lain
yang menjalankan usaha.
[4] Pasal 4 ayat (2) Perma No. 13 Tahun 2016.
[5] Frasa dapat pada Pasal 4 ayat (2) huruf a ini dapat dikatakan
selama korporasi dimungkinkan memperoleh keuntungan atau manfaat maka dapat
diminta pertanggungjawaban secara pidana (bukan berarti korporasi telah
mendapatkan keuntungan atau manfaat.
[6] Pasal 1 angka 2 Perma No. 13 Tahun 2016.
[7] Pasal 1 angka 3 Perma No. 13 Tahun 2016.
[8] Untuk pidana tambahan tergantung pada ketentuan Undang-Undang
sectoral yang mengatur masalah Pidana untuk korporasi untuk pidana tambahan
berupa uang pengganti, ganti rugi, dan restitusi. Berbeda dengan Korporasi
untuk Pengurus dapat dikenakan pidana pokok selain denda sebagaimana Pasal 10
huruf a yaitu piana mati, pidana penjara, pidana kurungan dan/atau pidana
denda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar